Salinitas
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah
. Kandungan garam pada sebagian besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%. Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi
saline bila konsentrasinya 3 sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut
brine.
Air laut secara alami merupakan air saline dengan kandungan garam sekitar 3,5%. Beberapa danau garam di daratan dan beberapa lautan memiliki kadar garam lebih tinggi dari air laut umumnya. Sebagai contoh, Laut Mati memiliki kadar garam sekitar 30%.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman
dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, adalah susah
untuk mengukur salinitas di laut, oleh karena itu penentuan harga
salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu
klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai
jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua
halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses
kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida.
Istilah teknik lain untuk keasinan lautan adalah halinitas, dengan didasarkan bahwa halida-halida—terutama klorida—adalah anion yang paling banyak dari elemen-elemen terlarut. Dalam oseanografi, halinitas biasa dinyatakan bukan dalam persen tetapi dalam “bagian perseribu” (parts per thousand
, ppt) atau permil (‰), kira-kira sama dengan jumlah gram garam untuk
setiap liter larutan. Sebelum tahun 1978, salinitas atau halinitas
dinyatakan sebagai ‰ dengan didasarkan pada rasio konduktivitas elektrik sampel terhadap "Copenhagen water", air laut buatan yang digunakan sebagai standar air laut dunia Pada 1978, oseanografer meredifinisikan salinitas dalam Practical Salinity Units (psu, Unit Salinitas Praktis): rasio konduktivitas sampel air laut terhadap larutan KCL standar. Rasio tidak memiliki unit, sehingga tidak bisa dinyatakan bahwa 35 psu sama dengan 35 gram garam per liter larutan.
Densitas
Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari dinamika laut, serta
dipengaruhi juga oleh salinitas, temperatur, dan tekanan. Densitas air
laut merupakan jumlah massa air laut per satu satuan volume. Pada
umumnya nilai densitas (berkisar antara 1,02 – 1,07 gr/cm3) akan
bertambah sesuai dengan bertambahnya salinitas dan tekanan serta
berkurangnya temperatur. Lambang yang digunakan untuk menyatakan densitas adalah ρ (rho).
Densitas air laut bergantung pada Temperatur (T), Salinitas (S) dan Tekanan (p). Kebergantungan ini dikenal sebagai persamaan keadaan air
laut (Equation of State of Sea Water):
ρ = ρ(T,S,p)
Penentuan dasar pertama dalam membuat persamaan di atas dilakukan oleh
Knudsen dan Ekman pada tahun 1902. Pada persamaan mereka, ρ dinyatakan
dalam g cm-3. Penentuan dasar yang baru didasarkan pada data tekanan dan
salinitas dengan kisaran yang lebih besar, menghasilkan persamaan
densitas baru yang dikenal sebagai Persamaan Keadaan Internasional (The
International Equation of State, 1980). Persamaan ini menggunakan
temperatur dalam oC, salinitas dari Skala Salinitas Praktis dan tekanan
dalam dbar (1 dbar = 10.000 pascal = 10.000 N m-2). Densitas dalam
persamaan ini dinyatakan dalam kg m-3. Jadi, densitas dengan harga 1,025
g cm-3 dalam rumusan yang lama sama dengan densitas dengan harga 1025
kg m-3 dalam Persamaan Keadaan Internasional.
Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya
temperatur, kecuali pada temperatur di bawah densitas maksimum. Densitas
air laut terletak pada kisaran 1025 kg m-3 sedangkan pada air tawar
1000 kg m-3. Para oseanografer biasanya menggunakan lambang σt (huruf
Yunani sigma dengan subskrip t, dan dibaca sigma-t) untuk menyatakan
densitas air laut. dimana σt = ρ - 1000 dan biasanya tidak menggunakan
satuan (seharusnya menggunakan satuan yang sama dengan ρ). Densitas
rata-rata air laut adalah σt = 25. Aturan praktis yang dapat kita
gunakan untuk menentukan perubahan densitas adalah: σt berubah dengan
nilai yang sama jika T berubah 1oC, S 0,1, dan p yang sebanding dengan
perubahan kedalaman 50 m.
Perlu diperhatikan bahwa densitas maksimum terjadi di atas titik beku
untuk salinitas di bawah 24,7 dan di bawah titik beku untuk salinitas di
atas 24,7. Hal ini mengakibatkan adanya konveksi panas.
S < 24.7 : air menjadi dingin hingga dicapai densitas maksimum,
kemudian jika air permukaan menjadi lebih ringan (ketika densitas
maksimum telah terlewati) pendinginan terjadi hanya pada lapisan
campuran akibat angin (wind mixed layer) saja, dimana akhirnya terjadi
pembekuan. Di bagian kolam (basin) yang lebih dalam akan dipenuhi oleh
air dengan densitas maksimum.
S > 24.7 : konveksi selalu terjadi di keseluruhan badan air.
Pendinginan diperlambat akibat adanya sejumlah besar energi panas (heat)
yang tersimpan di dalam badan air. Hal ini terjadi karena air mencapai
titik bekunya sebelum densitas maksimum tercapai.
Seperti halnya pada temperatur, pada densitas juga dikenal parameter
densitas potensial yang didefinisikan sebagai densitas parsel air laut
yang dibawa secara adiabatis ke level tekanan.
Perubahan densitas dapat disebabkan oleh
proses-proses :
- Evaporasi di permukaan laut
- Massa air pada kedalaman < 100 m sangat dipengaruhi oleh angin dan gelombang, sehingga besarnya densitas relatif homogen
- Di bawah lapisan ini terjadi perubahan temperatur yang cukup besar
(Thermocline) dan juga salinitas (Halocline), sehingga menghasilkan
pola perubahan densitas yang cukup besar (Pynocline)
- Di bawah Pynocline hingga ke dasar laut mempunyai densitas yang le
bih padat
Stabilitas air laut dipengaruhi oleh perbedaan densitasnya, yang
disebut dengan Sirkulasi Densitas atau Thermohaline. Dalam kegiatan
pemeruman (pengukuran kedalaman dengan alat Echosounder), salinitas dan
temperatur yang diperoleh dari pengukuran pada interval kedalaman
tertentu sangat berguna untuk menentukan :
- Cepat rambat gelombang akustik
- Menentukan pembelokan arah perambatan gelombang akustik (refraksi)
Laporan Penginderaan Jauh Nilai Pantulan Spektral Obyek Pada Data Fto Udara Dan Citra Satelit
PENGENALAN DATA NILAI PANTULAN
SPEKTRAL OBJEK
PADA DATA FOTO UDARA DAN CITRA
SATELIT
I. LATAR BELAKANG
Teknologi penginderaan jauh merupakan teknologi
yang mempunyai dapat mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat. Kemampuan
penyediaan data dan informasi kebumian yang bersifat dinamik bermanfaat dalam
pembangunan di era Otonomi Daerah. Data dan informasi mutakhir sangat
diperlukan. Ketersediaan data dan informasi yang diimbangi dengan pengolahan
data menjadi informasi wilayah dapat dilakukan dengan sistem informasi
geografis (SIG).
Data-data penggunaan lahan juga dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan lain misalnya untuk pembangunan, untuk
mengetahui seberapa besar perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah, juga
dapat digunakan untuk keperluan perencanaan wilayah apakah lahan tersebut
sesuai atau tidak.
Analisis penggunaan lahan yang menggunakan nilai
spectral pada sebuah citra dilakukan untuk mengetahui bentuk-bentuk penguasaan,
penggunaan, dan kesesuaian pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya dan
lindung. Selain itu, dengan analisis ini dapat untuk melatih mahasiswa untuk
menganalisis data pada citra satelit ETM+.
II. TUJUAN
1. Mahasiswa
dapat menginterpretasi objek berdasarkan pola spectral pada foto udara dan
citra satelit.
Mahasiswa dapat mengoperasionalkan progam ENVI
4,5 untuk mengetahui pola spectral
secara digital.
Download Selengkapya Di sini
Makalah Iklim Sebagai Faktor pembentuk Tanah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah merupakan bagian dari material bumi. Faktor pembentuk tanah adalah bahan induk, topografi, iklim, organisme, dan
waktu. Iklim merupakan factor yang sangat penting dalam
proses pembentukan tanah. Terdapat dua
unsur iklim terpenting yang mempengaruhi pembentukan tanah yaitu CH dan suhu
yang berpengaruh besar pada kecepatan proses kimia dan fisik yang merupakan
proses yang berpengaruh pada perkembangan profil.
Dalam
faktor pembentukan tanah dibedakan menjadi dua golongan yaitu, faktor
pembentukan tanah secara pasif dan aktif. Faktor pembentukan tanah secara pasif
adalah bagian-bagian yang menjadi sumber massa dan keadaan yang mempengaruhi
massa yang meliputi bahan induk, tofografi dan waktu atau umur. Sedangkan faktor
pembentukan tanah secara aktif ialah faktor yang menghasilkan energi yang
bekerja pada massa tanah, yaitu iklim, (hidrofer dan atmosfer) dan makhkluk
hidup (biosfer). Adapun pembentukan tanah di pengaruhi oleh lima faktor yang
bekerjasama dalam berbagai proses, baik reaksi fisik (disintregrasi) maupun
kimia (dekomposisi). Semula dianggap sebagai faktor pembentukan tanah hanyalah
bahan induk, iklim, dan makhluk hidup. Setelah diketahui bahwa tanah berkembang
terus, maka faktornya ditambah dengan waktu. Tofografi (relief) yang
mempengaruhi tata air dalam tanah dan erosi tanah juga merupakan faktor
pembentukan tanah.
Iklim
mempunyai peranan yang besar terhadap pembentukan tanah, terutama sekali
variasi antara suhu tanah dan suhu atmosfir. Atmosfer memancarkan cahaya panas
melalui udara kering yang bersih tetapi menyerap sebagian besar radiasi
gelombang pendek. Sebagian radiasi yang mencapai permukaan bumi kemudian diubah
menjadi panas, sedangkan sebagian yang lainnya dipantulkan kembali. Energy
panas inilah yang menyebabkan suhu memainkan peranan penting terhadap kecepatan
reaksi dalam tanah meningkat 2-3 kali lipat. Iklim juga mempunyai pengaruh yang
nyata terhadap kedalaman tanah dan tekstur tanah. Pengaruh bersama dari curah
hujan besar dan suhu tinggi, seperti yang terjadi didaerah tropis menghasilkan
suatu keadaan optimum bagi pembentukan tanah. Oleh karena itu pada makalah ini
kelompok kami menenkankan pada iklim sebagai faktor pembentuk tanah.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang
dimaksud iklim?
1.2.2 Apa saja komponen
iklim?
1.2.3 Bagaimana
pengaruh iklim terhadap pembentukan tanah?
1.2.4 Bagaimana dampak perubahan iklim pada pembentukan tanah?
Download Selengkapnya Di sini
Makalah Pengaruh Massa Udara Terhadap Cuaca Dan Iklim Di Dunia
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Metolorogi dan klimatologi merupakan
ilmu tentang atmosfer di muka bumi. Meteorologi erat kaitannya dengan
klimatologi yaitu ilmu yang mempelajari iklim. Iklim adalah jalannya keadaan
cuaca atau keseluruhan keadaan dari gejala cuaca dari daerah tertentu sepanjang
tahun atau keteraturan . unsur atau pengendali cuaca dan iklim diantaranya masa
udara, angin, curah hujan, tekanan udara, arus laut, badai dan sebagainya.
Massa udara merupakan bagian atmosfir yang
tebalnya mencapai ribuan
meter dari permukaan tanah dan meluas sampai ribuan meter persegi. Suhu dan
kelembabannya serba sama dalam arah mendatar. Udara yang menetap untuk waktu yang cukup lama di atas permukaan bumi,
sifatnya cenderung menjadi ciri khas permukaan bumi itu, dimana permukaan bumi
itu berbeda. Jika sifat permukaan tersebut kurang lebih sama untuk daerah yang
luas, seperti bentangan samaudera yang luas atau bentangan daratan yang luas,
maka sifat udara di atas permukaan yang luas dan hampir seragam itu menjadi
hampir seragam pula dalam bidang horizontal. Udara yang mempunyai sifata hampir
seragam untuk daerah yang luas itu disebut massa udara. Sifat-sifat udara yang
dimaksudkan itu terutama suhu dan kelembapan.
Karakteristik
cuaca dalam massa udara bergantung pada dua sifat dasar, yaitu sebaran suhu
kearah tegak dan kadar airnya. Sebaran suhu kearah tegak menyatakan kemantapan
massa udara. Karena kemantapan erat kaitannya dengan gerak vertikal didalam
massa udara, maka sebaran uap air kearah atas, bentuk kondensasi, dan jumlah
curah hujan, semuanya ditentukn oleh sebaran suhu kearah tegak.
I.2 RUMUSAN MASALAH
A. Apa pengertian massa udara?
B.
Bagaimana mengidentifikasi massa udara?
C.
Bagaimana penggolongan massa udara?
D. Apa pengertian front dan sifat-sifat dari front tersebut?
Makalah Topografi Sebagai Faktor Pembentuk Tanah
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada mulanya tanah, tanah
dipandang sebagai lapisan permukaan bumi (natural body) yang
berasal dari bebatuan (natural material) yang telah mengalami
serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam (natural force), sehingga
membentuk regolit (lapisan berpartikel halus.. Tanah dapat dijumpai hamper di
semua tempat karena sebarannya yang begitu luas. Keberadaan tanah sangat
penting bagi makhluk hidup karena tanah adalah tempat berpijaknya kaki, tempat
tumbuhnya tanaman atau tempat berdirinya suatu bangunan.
Tanah merupakan lapisan
paling luar kulit bumi yang biasanya bersifat tak padu mempunyai sifat tebal
mulai dari sifat selaput tipis sampai lebih dari 3 meter, yang berbeda dari
bahan di bawahnya dalam hal warna, sifat fisik, sifat kimia, sifat biologi
(Marbut, 1914). Tanah dianggap sebagai hasil pelapukan oleh waktu yang
menggerigiti batuan keras dan lambat laun mengadakan dekomposisi (Fallou,
1855). Tetapi pengertian tanah harus dihubungkan dengan zone-zone geografi karena
pelapukan hamparan batuan menghasilkan hancuran yang tak konsolidasi yang
bertindak sebagai bahan induk untuk evolusi tanah yang akhirnya mencerminkan
efek terpadu dari iklim, makhluk hidup, topografi, dan waktu.
Tanah yang tersebar di
permukaan bumi memiliki sifat dan karakterisrik yang berbeda-beda. Hal ini
disebabkan karena adanya factor-faktor geografis saat pembentukan tanah.
Faktor-faktor pembentuk tanah tersebut antara lain adalah bahan induk,
topografi, iklim, organisme, dan waktu. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
membahas tentang pengaruh topografi terhadap proses pembentukan tanah.
2. Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan
topografi?
2.
Apa macam-macam
topografi?
3.
Bagaimana pengaruh
topografi terhadap proses pembentukan lahan?
Bagaimana jenis tanah
yang terbentuk berdasarkan topografi?
Download Selengkapnya Di Sini
1 komentar: